Rumah tanpa DP, Masyarakat Harus Pintar Pilih Tawaran KPR

Share this:
Salah satu perumahan di Kota Medan.

JAKARTA, BENTENGSIANTAR.com – Bank Indonesia meminta masyarakat, khususnya pembeli rumah pertama untuk memperhitungkan setiap tawaran bank terhadap Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Hal ini menyusul kebijakan Bank Sentral membebaskan maksimum nilai kredit atau Loan To Value (LTV) pembelian rumah pertama kepada bank. Dengan demikian, perbankan bisa memberikan syarat uang muka (Down Payment/DP) KPR menurut perhitungannya, bahkan kemungkinan uang muka 0%.

Kendati demikian, uang muka yang rendah dapat membebankan daya cicil menjadi lebih tinggi yang perlu ditanggung debitur. Terlebih bagi pembeli rumah pertama yang cenderung memiliki daya cicil yang rendah.

Asisten Gubernur BI Filianingsih Hendarta menyatakan, besaran nilai cicilan yang harus ditanggung debitur diserahkan pada kebijakan masing-masing bank. Hal ini untuk memberikan keleluasaan pada bank mengatur saluran kredit.

Oleh sebab itu, menurutnya, penting untuk masyarakat mempertimbangkan program KPR yang ditawarkan masing-masing bank sehingga bisa memilih KPR dengan kesanggupan membayar cicilan yang sesuai.

“Maka sebagai konsumen harus pintar membandingkan program yang ditawarkan bank. Mana program yang lebih meringankan,” ujarnya dalam diskusi bersama media di Gedung BI, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial ini, lanjutnya, BI mendorong kompetisi yang sehat dalam penyaluran KPR.

“Karena kita ciptakan kompetisi yang sehat, kita beri pilihan supaya masyarakat lebih pandai dalam pilih investasi atau pembiayaan,” katanya.

Sementara itu, Ekonom BCA David Sumual menilai, selain melonggarkan syarat uang muka, pertimbangan daya cicil pembeli rumah pertama dapat disiasati dengan perpanjangan tenor cicilan KPR.

“Daya cicil itu bisa disiasati dengan menambah tenor. Tapi harus tetap prudent, maksimum 30 tahun. Karena orang bekerja di usia 25 tahun, pensiun sekitar 55 tahun. Jangan sampai seperti Spanyol, Portugal atau Yunani bisa sampai 50-100 tahun malah. Jadi mewariskan utang bukan aset,” jelasnya.

Share this: