Benteng Siantar

Danau Toba, Danau Prioritas Nasional di Ambang Kritis

Pantai Parapat Danau Toba tampak kotor. Foto ini diabadikan beberapa waktu lalu.

Danau Toba tidak asing lagi di mata publik. Panorama alamnya yang indah membikin banyak orang takjub, tak terkecuali Presiden RI Joko Widodo, Susi Pudjiastuti,  dan banyak lagi tokoh nasional yang terkesima saat melihat keindahan danau vulkanik terbesar di dunia itu. Barangkali itu sebabnya Danau Toba dijadikan salahsatu kawasan strategis nasional untuk sektor pariwisata sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008.

Wulan Sari SinagaMahasiswi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

Danau ini terletak di tengah-tengah pulau Sumatera bagian Utara. Hingga saat ini, Danau Toba terkenal dengan destinasi wisata yang menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara. Oleh sebab itu, tak heran jika danau toba sebagai prioritas nasional yang wajib dikunjungi.

Keindahan dan Kesejukan dapat kita rasakan jika hendak ke Danau Toba ini. Oleh karenanya, masyarakat yang tinggal di Danau Toba memanfaatkan danau ini sebagai sumber kehidupan, pembangkit listrik tenaga air, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan air minum. Namun, seiring perkembangan zaman tidak sedikit pula yang menjadikannya untuk mengembangkan budidaya ikan.

Tapi sayang, baik masyarakat maupun pemerintah setempat belum sepenuhnya mengembangkan Danau Toba untuk menarik banyak wisatawan dari mancanegara. Hal itu terbukti saat ini, masih banyak aktivitas masyarakat sekitar Danau Toba yang abai terhadap kelestarian lingkungan.

Seperti sektor perikanan, hutan yang gundul, dan limbah cair domestik. Salah satu aktivitas masyarakat yang sering saya lihat ketika ke Danau Toba, yakni perikanan yang menggunakan keramba jaring apung (KJA) yang kadang-kadang menggunakan bahan pakan tidak ramah lingkungan, seperti feses dan urine ikan yang secara otomatis akan terbuang ke air Danau Toba.

Hal ini akan memperburuk kualiatas air Danau Toba, karena feses ikan tersebut akan mengendap di dasar perairan Danau Toba. Sedangkan urine ikan akan larut dalam air danau tersebut.

Keramba Jaring Apung umumnya ditempatkan di daerah pesisir Danau Toba yang kedalamannya relatif dangkal yang membuat pengendapan feses ikan ke dasar danau menjadi relatif lebih cepat, sehingga dapat menimbulkan pengendapan (sedimentasi) bahan organik (feses ikan) yang tebal di atas dasar danau.

Kehadiran Keramba Jaring Apung milik perusahaan dan perorangan itu terus menjadi sorotan publik karena membuat pencemaran air danau terbesar di Asia itu semakin kritis. Dampaknya, wisatawan enggan berenang atau sekadar bermain air.

BacaSingapura Siap Kucurkan Dana untuk Pariwisata Danau Toba

Hal ini dikarenakan kualitas air Danau Toba yang keruh dan menimbulkan bau. Selain itu juga limbah cair domestik dari perumahan dan perkapalan turut menjadi sumber pencemaran.

Tumpahan minyak dari perkapalan, serta limbah cair dari perhotelan dan rumah tangga akan memberikan dampak pada penurunan kualitas air yang membuat kadar oksigen menjadi minim. Hanya sekitar 5 % air Danau Toba yang mengandung oksigen, selebihnya hingga dasar mengandung kualitas air yang tidak sehat. Bahkan, kualitas air Danau Toba sudah termasuk dalam kategori tercemar berat (Dinas Lingkungan Hidup, Pemprov Sumut, 2016).

Di tengah Pandemi Covid-19 ini, Danau Toba sebaiknya dilakukan pembenahan infrastruktur, mulai pembangunan jalan, pemipaan air, dan termasuk sumber pencemar Danau Toba juga harus ditangani. Misalnya, dilakukan pengaturan Keramba Jaring Apung dimana dilakukan pengurangan budidaya dengan menggunakan pakan tersebut 50 % pada setiap perusahaan, seperti PT Aqua Farm dan PT Suritani Pemuka.

Kemudian, penataan ruang KJA perlu juga dilakukan dengan sistem zonasi, sehingga KJA tidak menumpuk pada suatu lokasi. Lokasi KJA juga agar diperbanyak di tengah danau (kedalaman maksimal) dan mengurangi di daerah pesisir. Lokasi KJA di tengah danau (kedalaman maksimal) akan mengurangi dampak pencemaran dari feses ikan, karena feses ikan akan terakumulasi di dasar danau yang relatif sangat dalam dan sulit terbawa kembali ke permukaan.

Selain itu, pemerintah perlu membuat peraturan kepada pemilik KJA agar menerapkan zero waste. Setiap KJA Danau Toba diwajibkan memasang net (jaring) untuk menampung feses ikan, sehingga feses ikan tidak terakumulasi ke dasar perairan. Kemudian tidak membuang langsung limbah yang berasal dari perumahan, perhotelan, dan perkapalan ke dalam air Danau Toba.

Dibutuhkan peran pemerintah dan masyarakat baik, dalam maupun luar agar harus saling bekerjasama dalam menjaga dan merawat Danau Toba ini.

BacaAndaliman, Merica Batak yang Menggetarkan Lidah

Memang sangat sulit untuk merubah perilaku kita, karena sudah menjadi kebiasaan. Namun dengan melakukan hal kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya dan memanilisir penggunaan plastik dapat membantu perubahan lingkungan Danau Toba menjadi lebih baik.

Maka, edukasi sejak dini juga sangat penting untuk pengetahuan tentang lingkungan yang sehat. Peningkatan kualitas Air Danau Toba sangat dipentingkan agar terwujudnya prioritas nasional yang sehat dan bersih.