Benteng Siantar

Ahli Ilmu Bahasa USU: Perbuatan Walikota Hefriansyah Dinilai Melakukan Diskriminasi

Perkumpulan etnis Simalungun berunjukrasa menuntut pemakzulan Walikota Siantar, Hefriansyah, di kantor DPRD Siantar, beberapa waktu lalu.

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Dalam menyelesaikan dugaan penistaan etnis Simalungun yang dituduhkan kepada Walikota Siantar Hefriansyah, Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket telah melakukan lima kali konsultasi, di antaranya ke DPRD Kabupaten Karo, Biro Otda Provsu, DPRD Kabupaten Garut, saksi ahli dan Biro Otda Kemendagri.

Menurut saksi ahli ilmu bahasa dari USU (Universitas Sumatera Utara) Medan Drs Baharuddin Purba, dari segi bahasa menyebutkan jika Walikota Siantar Hefriansyah tidak pernah menista, karena tidak ada bahasa pihak Pemko Siantar yang merusak etnis Simalungun.

Yang ada, sambung Baharuddin, dalam hal ini Pemko Siantar dinilai melakukan pengucilan atau diskriminasi terhadap etnis Simalungun.

(Baca: Walikota Hefriansyah Akui Kesalahan Pakai Simbol Simalungun Yang Salah)

Baharuddin menjelaskan, diskriminasi ini berlangsung bila ada suatu peraturan yang menyudutkan satu pihak tertentu dan membuat pihak itu dikucilkan atau dilayani dengan tidak adil sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

(Baca: Kesimpulan Pansus Angkat Diungkap Senin Depan, Siantar Diimbau Tetap Kondusif)

Kemudian dalam penggunaan kata pusaka, bukan merupakan penistaan karena kata pusaka artinya turun temurun.

Tapi dari segi perbuatan, lanjut Baharuddin, bila dilihat dari brosur yang memuat simbol-simbol Simalungun yang dipublikasikan kepada umum sebelum difinalkan, padahal sudah ada keberatan berupa surat dari etnis Simalungun dalam hal ini pemangku adat Simalungun tetapi tetap diabaikan dan tetap dicetak sesuai kehendak Pemko Siantar, maka ini sudah termasuk penistaan, pelecehan, permusuhan, dan pencemaran terhadap etnis Simalungun.