Benteng Siantar

Lawan Tabrakan Tewas, Remaja Kampung Banjar Bersiap Diperiksa Polisi

Deny ditemani Amelia saat dirawat di Klinik Kasih Siantar, Kamis (24/9/2020) malam.

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Perkara laka lantas antara dua pengendara sepeda motor di Jalan Pendidikan, Simpang Gang Semangka, Kelurahan Sukadame, Siantar Utara, pada Kamis (24/9/2020) malam lalu, bakal berbuntut panjang. Pasalnya, Lindung Sinaga (46), yang menjadi korban dalam kasus itu telah meninggal dunia hanya beberapa jam setelah berada di rumah sakit.

Kasat Kantas Polres Siantar AKP M Hasan menegaskan, akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap penyebab pasti kecelakaan tersebut. Penyelidikan itu ditujukan untuk mengungkap siapa diantara kedua pengendara sepeda motor yang lalai sehingga terjadi kecelakaan.

“Kita juga masih harus memeriksa saksi-saksi. Kita lihat dulu siapa yang lalai (dalam kejadian itu),” kata Hasan.

Hasan mengatakan, akan memintai keterangan Deny Pratama (17) atas peristiwa laka lantas tersebut.

Namun, upaya pemanggilan belum dapat dilakukan mengingat kondisi remaja asal Jalan Catur, Kelurahan Banjar (sering disebut Kampung Banjar), Siantar Barat, itu belum benar-benar pulih.

Diberitakan sebelumnya, kecelekaan itu diduga kuat akibat kelalaian Deny Pratama. Malam itu, Deny yang berboncengan dengan Firly Amelia (17) mengendarai sepeda motor Honda tanpa menghidupkan lampu hingga akhirnya terlibat kecelakaan dengan korban Lindung Sinaga, juga mengendarai sepeda motor Honda.

Akibat kecelakaan itu, Lindung Sinaga mengalami luka parah dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Vita Insani. Namun, hanya beberapa jam dirawat, warga Jalan Nagur, Kelurahan Martoba, Siantar Utara, itu menghembuskan nafas terakhir.

Kondisi serupa dialami Deny mengalami dan harus menjalani perawatan medis di Klinik Kasih Siantar. Sementara, Amelia teman Deny hanya luka ringan.

Sanksi Pidana Menanti

Menurut Pasal 1 angka 24 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), dikutip dari situs Hukum Online, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia termasuk kecelakaan lalu lintas berat (Pasal 229 ayat [4] UU LLAJ).

Setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita korban.

BacaNaik Sepeda Motor Tanpa Lampu, Sepasang Remaja ‘Bermalam’ di Klinik

Bagaimana jika pengemudi telah bertanggung jawab dan telah terjadi perdamaian dengan keluarga korban, apakah polisi tetap berhak melakukan penyidikan? Mengenai hal ini kita perlu melihat ketentuan Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi:

“Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa walaupun pengemudi telah bertanggung jawab atas kematian korban, tuntutan pidana terhadap dirinya tidak menjadi hilang.

Oleh karena itu, kepolisian tetap melakukan penyidikan sesuai hukum acara pidana sesuai peraturan perundang-undangan (Pasal 230 UU LLAJ).

Ancaman sanksi pidana untuk pengemudi kendaraan bermotor penyebab kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (Pasal 310 ayat [4] UU LLAJ).

Walaupun pelaku telah bertanggung jawab serta adanya perdamaian dengan keluarga korban tidak menghapuskan tuntutan pidana seperti yang terdapat pada Putusan MA No. 1187 K/Pid/2011. Bahkan dalam Putusan MA No. 2174 K/Pid/2009, terdakwa tetap dikenakan hukuman walaupun telah ada perdamaian dan terdakwa sendiri juga mengalami luka (retak tulang tangan kiri dan tak sadarkan diri) dalam kecelakaan tersebut.

Kendati demikian, pelaku tetap perlu mengusahakan perdamaian dengan keluarga korban karena hal itu dapat dipertimbangkan hakim untuk meringankan hukumannya. Sebaliknya, tidak adanya perdamaian antara pelaku dengan keluarga korban bisa menjadi hal yang memberatkan pelaku.

BacaKabar Duka, Pria yang Ditabrak Remaja Kampung Banjar Itu Meninggal

Sebagai contoh, dalam Putusan MA No. 403 K/Pid/2011 antara pelaku dan keluarga korban tidak tercapai perdamaian, serta dalam Putusan MA No. 553 K/ Pid/2012 pelaku tidak memiliki iktikad baik untuk melakukan perdamaian kepada keluarga korban, sehingga menurut majelis hakim tidak adanya perdamaian dijadikan sebagai pertimbangan yang memberatkan kesalahan terdakwa.