Benteng Siantar

Jadi Calon Tunggal di Pilkada Siantar, Bukti Asner-Susanti Petarung

Robert Pardede.

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Pematang Siantar tahun 2020 mendapat perhatian khusus. Sebab, di masa ini, hanya ada satu Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota.

Menurut Robert Pardede, posisi Asner Silalahi dan Susanti Dewayani sebagai pasangan tunggal merupakan suatu rezeki. Itu karena catur politik dari para bakal calon diduga tidak memiliki niat kuat untuk benar-benar menjadi calon.

Kali ini, pilkada sangat berbeda sekali dengan tahun 2015-2020. Saat itu, ada 4 sosok yang mencoba dari jalur perseorangan. Sedangkan yang resmi menjadi calon ada 4 pasangan, terdiri dari 1 pasangan perseorangan dan 3 dari partai politik.

“Wajar bila banyak bertanya-tanya kenapa hanya satu pasangan calon. Saya melihat ada banyak faktor. Bisa saja karena situasi covid-19 dan juga isu masa jabatan yang hanya 3,5 tahun. Saya yakin banyak orang yang layak jadi calon. Tapi mungkin, belum berpikir maju secara totalitas,” kata Robert, mantan pejabat Pemkab Simalungun dan Pemkab Tobasa yang tinggal di Siantar ini, Senin (23/11/2020).

Saat proses pasangan Asner-Susanti menjadi bakal calon hingga calon, masih banyak orang mencoba bertarung, termasuk dari independen. Namun, tidak memenuhi syarat.

BacaUntung Rugi Calon Tunggal Melawan Kolom Kosong di Pilkada

Bahkan, setelah Asner-Susanti didaftarkan partai ke KPU, masih ada waktu tiga hari untuk pasangan lain mendapat peluang jadi calon dengan mencari gerbong politik dari partai. Namun sayang, tidak ada yang mendapatkannya.

“Itu berarti belum rezeki atau memang bukan petarung. Jadi, Asner itu bukan berarti sosok yang arogan karena mendapat kepercayaan dari semua partai. Tapi memang karena tidak ada petarung yang lain. Kita dengar, umumnya bakal calon yang sebelumnya telah mendaftar diri ke partai politik dan mensosialikan diri akan bertarung, malah mundur di menit terakhir masa pengumuman nama calon dari partai politik,” papar Robert.

Bersambung ke halaman 2..

Mengamati hal tersebut, Robert justru berpikir jika Asner-Susanti bukanlah semata-mata memborong partai. Tapi, bisa juga partai yang memborong pasangan tersebut.

“Biasanya petahana yang lebih condong dilirik partai, karena apa? Petahana punya nilai lebih dan peluang menang tinggi dibandingkan calon baru atau pendatang seperti Asner-Susanti,” terang Robert.

Sebagaimana diketahui, nama-nama bakal calon yang sempat menghiasi perebutan partai ada 10 orang, mulai dari Mulia Rinda Purba, Astronout Nainggolan, Alpeda Sinaga, Rajamin Sirait, Binsar Situmorang, Ida Damanik, Hefriansyah, Ismail Sikumbang, Asner Silalahi, dan Ojak Naibaho.

Namun, yang berjuang sampai finish dan mendapat partai hanya pasangan Asner-Susanti. Robert yakin, semua bukan karena uang. Sebab, partai juga melakukan survei elektabilitas dengan kategori lainnya, baik dari sisi karakter, pengetahuan dan lainnya.

“Jelas ini sejarah baru. Bahkan pada saat nanti Asner dan Susanti menang, juga menjadi sejarah baru. Kenapa? Baru kali ini ada Wakil Walikota seorang perempuan. Mulai sejarah Siantar berdiri tahun 1956, Walikota pertama KH Salamuddin yang menjabat 1956-1957. Kemudian, ragam suku telah memimpin Siantar ini hingga ke masa Hefriansyah sebagai Walikota ke-18. Itu membuktikan Siantar merupakan kota yang menjunjung nilai toleransi,” ucapnya.

BacaIsu Coblos Kolom Kosong di Siantar, Ferry Sinamo: Saya Yakin Masyarakat Cerdas

Mantan Kadis Perhubungan Simalungun, Kadis Pariwisata Tobasa ini mengatakan, pemimpin defenitif sangat penting dan lebih totalitas membangun Siantar dibandingkan Penjabat (Pj) Walikota. Ia pun memberi contoh apa yang dialami Siantar di tahun 2015.

“Yang menarik di tahun 2015-2016 adalah Walikota dijabat 5 orang karena Pilkada tertunda, mulai dari Donver Panggabean sebagai Plh, Edy Sofian Purba sebagai Pjs, Donver Panggabean kembali (menggantikan Edy karena tersandung kasus korupsi), Jumsadi Damanik dan terakhir Anthon Siahaan juga Pj. Jumlah kepala daerah yang tidak defenitif sebanyak 4 orang,” bebernya.

BacaPilkada Itu Memilih Pemimpin Pemerintahan, Bukan Pemimpin Agama

Terakhir, Robert mengajak masyarakat untuk menentukan hak pilihnya, yaitu memilih kepala daerah secara langsung dan menentukan kepala daerahnya.

“Mari cari harmonisasi. Dari perbedaan pendapat, mari kita mencari harmoni dan keselarasan. Dan terakhir, jangan tanya apa yang diberikan pemko kepada kita, tapi apa yang bisa kita berikan untuk Kota Siantar,” pungkasnya.