SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Kasus dugaan korupsi yang membelit Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Pematang Siantar, Julham Situmorang salahsatu topik hangat publik Kota Pematang Siantar. Selama sepekan terakhir, publik masih memperbincangkannya. Lebih tepatnya, memperdebatkannya.
Terlebih karena uang ‘kompensasi penutupan sementara lapak parkir’ dari pihak RS Vita Insani sebesar Rp48 juta ke Dinas Perhubungan, oleh Julham Situmorang selaku kepala dinas sudah disetorkan ke Dispenda Siantar.
Meski akhirnya disita pihak kepolisian sebagai barang bukti perbuatan tindak pidana korupsi. Hal ini pun memunculkan pro dan kontra di tengah-tengah publik.
Lalu, bagaimana respon pihak Rumah Sakit Vita Insani terhadap perkara yang menjadikan kepala dinas Julham Situmorang dan salahseorang stafnya, Tohom Lumban Gaol menjadi tersangka tersebut?
Direktur Utama (Dirut) RS Vita Insani, dr Flora Maya Damanik saat diminta tanggapannya mengenai hal itu menyarankan agar wartawan mewawancarai Penasehat Hukum RS Vita Insani, Tumbur Sinaga.
“Maaf. Saya baru balik opname,” kata dr Maya, via WhatsApp.
Baca: Kronologi Kasus Dugaan Korupsi yang Menjerat Kadishub Julham Situmorang
Sementara itu, Tumbur Sinaga, saat wartawan mencoba mewawancarainya, enggan berbicara. Pihak manajemen rumah sakit memilih no comment dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum.
“Kami Vita Insani no comment soal itu. Yang jelasnya pihak penegak hukumlah, biar jelas dan terang. Sorry ya,” ujarnya.
Demikian juga Humas RS Vita Insani, David Pardede, saat dihubungi BENTENG SIANTAR, via WhatsApp, Jumat (1/8/2025) siang, menuturkan bahwa mereka menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum.
“Kita Vita Insani no komen mengenai hal itu. Seluruhnya kita serahkan ke penyidik,” kata David Pardede.
Seperti diketahui, kasus korupsi tersebut bermula dari Rumah Sakit (RS) Vita Insani yang mengajukan izin penutupan sementara trotoar dan area parkir tepi jalan umum untuk keperluan renovasi gedung, pada tahun 2024 silam.
Permohonan tersebut pun ditindaklanjuti oleh Dinas Perhubungan dengan menerbitkan tiga surat keputusan izin penutupan yang ditandatangani langsung oleh Julham Situmorang selaku Kadishub tanpa atas nama Walikota.
Dalam surat tersebut, pihak rumah sakit diminta membayar sejumlah dana sebagai bentuk kompensasi atas penutupan akses publik, dengan total pembayaran yang dilakukan dalam tiga tahap mencapai Rp48.600.000.
Uang tersebut diserahkan pihak Vita Insani secara tunai kepada seorang staf Dinas Perhubungan bernama Tohom Lumban Gaol. Kemudian, Tohom menyerahkan uang tersebut kepada Julham Situmorang.
Uang itu tidak pernah disetorkan ke kas daerah sebagaimana seharusnya.
Namun, tindakan tersebut tidak melalui mekanisme resmi retribusi daerah, tidak tercatat dalam sistem keuangan pemerintah, dan tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Sehingga, diduga kuat dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau orang lain secara melawan hukum.
Baca: Satu Hari Diperiksa, Anak Buah Kadishub Julham Situmorang Akhirnya Ditahan
Julham kemudian dijerat dengan Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 milyar, subsidair Pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sementara itu, Tohom Lumban Gaol dijerat dengan Pasal 55 KUHPidana.