MAN Siantar Bergejolak, Orangtua Siswa Tuntut Transparansi Pengelolaan BOS dan Dana Komite
- 6 jam lalu
- dibaca 56 kali

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pematangsiantar sedang bergejolak. Tuntutan terhadap kepala madrasah (kamad), Lintong Sirait dan ketua komite, Imran Simanjuntak agar transparan dalam mengelola Dana BOS dan Dana Komite, mengemuka.
Ihwal tentang tuntutan transparansi pengelolaan Dana BOS dan Dana Komite ini bermula dari munculnya spanduk berisi ‘Mosi Tidak Percaya’ dari Orangtua Siswa dan Guru MAN Pematangsiantar terhadap kamad, Lintong Sirait dan ketua komite, Imran Simanjuntak. Spanduk itu terpampang persis di depan gerbang masuk MAN Pematangsiantar, Jalan Singosari, Kelurahan Bantan, Kecamatan Siantar Barat, pada Minggu (5/10/2025).
Salahseorang orangtua siswa, Yendra Eka Putra yang ditemui BENTENG SIANTAR, mengungkapkan, kekecewaan yang mendalam terhadap kepemimpinan Lintong Sirait sebagai kepala madrasah, juga kepada Imran Simanjuntak, selaku ketua komite. Menurutnya, MAN Siantar memiliki kemampuan anggaran yang mumpuni, namun sering kali membenani kutipan terhadap siswa.
Yendra menyebutkan, setiap siswa MAN Siantar dikenakan kutipan uang komite sebesar Rp110 ribu per bulan. Dengan adanya uang komite, lanjut Yendra, maka MAN Siantar diperkirakan mengelola anggaran kurang lebih sebesar Rp3,5 miliar dalam setahun. Dari Dana BOS Rp2 miliar dan Dana Komite Rp1,5 miliar.
Akan tetapi, ketika ada kegiatan ekstrakulikuler, seperti seni dan olahraga yang diadakan pihak sekolah, sering kali para siswa dibebankan biaya, seperti keperluan pakaian dan akomodasi.
“Ada acara menari, pakaian dibebankan ke orangtua. Ada pertandingan sepakbola ke Medan, pakai biaya sendiri,” ungkap Yendra, dengan nada kesal.
Baca: Indikasi Ajang Bisnis Berkedok Baju Seragam di MAN Siantar
Menurut Yendra, sudah banyak orangtua siswa yang protes atas uang komite tersebut. Ditambah lagi, ada kutipan-kutipan lain, seperti uang wisuda sebesar Rp360 ribu.
“Seharusnya, kalau memang orangtua siswa nggak sanggup, ya pihak sekolah jangan memaksakan. Anak masuk sekolah negeri itu, supaya nggak banyak biaya. Sekarang, malah banyak biaya,” keluh Yendra.