SIMALUNGUN, BENTENGSIANTAR.com– Polemik pengurangan Guru Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten Simalungun masih terus berlanjut. Sejumlah Guru PTT pun protes atas kebijakan tersebut. Mereka menilai, pengurangan tersebut merupakan suatu kesewenang-wenangan.
Salahseorang Guru PTT dari Kecamatan Ujung Padang Pangihutan Sitanggang menuturkan, desas-desus pengurangan tersebut sudah terdengar sejak Januari 2020 lalu. Pengurangan Guru PTT dengan alasan anggaran tidak mencukupi untuk menampung seluruh PTT di Simalungun. Pengihutan melanjutkan, sesuai data yang diterimanya, jumlah guru PTT di Simalungun saat ini sekitar 1.800 orang dengan gaji Rp1 juta per bulan. Sementara, anggaran gaji PTT di Simalungun tahun 2020 sebesar Rp15,2 miliar. Dengan kata lain anggaran tidak cukup sehingga terjadi pengurangan.
“Nah di sinilah persoalan kemudian muncul,” kata Pangihutan Sitanggang, kepada BENTENG SIANTAR, Senin (24/2/2020).
Atas persoalan itu, masih kata Pangihutan, koordinator Guru PTT setiap kecamatan bersama Forum Guru Honor Simalungun (FGHS) menyurati DPRD untuk audensi dengan Dinas Pendidikan (Disdik). Hingga akhirnya, pada 16 Januari 2020, mereka beraudensi di kantor DPRD Simalungun.
“Dalam pertemuan itu, Ketua DPRD dan Ketua Komisi IV meminta agar persoalan ini diselesaikan dengan bijak. Solusinya dicari, bukan menambah masalah. Mereka juga mengatakan kalau persoalan ini terjadi setiap tahunnya,” ungkap Pangihutan.
Baca: Menahan Dinginnya Udara Malam di Kantor Bupati Demi Hak-hak Honorer
Masih dalam audensi tersebut, lanjut Pangihutan, Kepala Dinas Pendidikan Elfiani Sitepu merinci, sesuai anggaran sebesar Rp15,2 miliar, maka jumlah Guru PTT yang dapat ditampung hanya sebanyak 1.260 orang. Namun, Kadis Pendidikan dalam pertemuan itu mengatakan kalau 1.050 Guru PTT di Simalungun sudah memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dan itu tidak masuk dalam pengurangan.
“Maka kekurangannya, 200 Guru PTT akan diseleksi,” kata Pangihutan menirukan penjelasan Kadis Pendidikan dalam pertemuan itu.
Namun faktanya, pernyataan Elfiani Sitepu tak sesuai kondisi. Ia dan beberapa Guru PTT di Kecamatan Ujung Padang, yang sudah memiliki NUPTK, justru terkena dalam pengurangan tersebut.
Soal ini, kata Pangihutan,sudah mereka pertanyakan ke Disdik Simalungun. Sayangnya, tidak ada jawaban pasti. Menurut Pangihutan, pihak Disdik bilang, seleksi Guru PTT ditangani korwil kecamatan dan kepala sekolah. Tapi, korwil dan kepala sekolah bilang ditangani Disdik.
“Kami seperti dipermainkan. Lempar sana, lempar sini. Banyak guru punya NUPTK, tidak masuk sebagai Guru PTT. Yang masuk, justru yang tidak punya NUPTK,” protes Pangihutan.
Pangihutan menagatakan, kebijakan pengurangan Guru PTT sangatlah tidak adil. Menurutnya, kalau memang anggaran tidak mencukupi, lebih baik gaji yang dikurangi, bukan malah melakukan pengurangan Guru PTT.
“Di mana keadilan sosial itu. Di mana keadilan terhadap kami Guru-guru ini,” ujar Pangihutan.
Baca: Ini Reaksi FHSB Terhadap Isu Pemecatan Dua Ribu Honorer di Simalungun
Belakangan kata Pangihutan, ada informasi tidak sedap di balik pengurangan Guru PTT di Simalungun. Setiap Guru PTT yang ingin mengambil SK, dibebankan biaya dengan jumlah bervariasi. Dari informasi ia peroleh, guru yang memiliki NUPTK dibebankan biaya Rp14 juta, kemudian yang tidak memiliki NUPTK dikenakan Rp7 juta.
Namun soal dugaan pungutan liar (pungli) terhadap Guru PTT tersebut sejauh ini belum terkonfirmasi ke Kadis Pendidikan Elviani Sitepu maupun Sekretaris Dinas Parsaulian Sinaga.