Rentetan Banjir Bandang Parapat dan Penebangan Liar di Hutan Sitahoan-Sibatuloting
- Jumat, 14 Mei 2021 - 22:50 WIB
- dibaca 293 kali
PARAPAT, BENTENGSIANTAR.com– Banjir bandang di Parapat pada Kamis 13 Mei 2021, sore kemarin, merupakan dampak dari penurunan kualitas lingkungan hidup dan hutan di sekitar Danau Toba.
Dari data dihimpun BENTENG SIANTAR, banjir bandang serupa telah terjadi beberapa kali, seperti pada Desember 2018. Saat itu, Rabu (12/12/2018) malam sekira pukul 22.00 WIB, seorang warga Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, bernama Garoga Rumahorbo meninggal dunia.
Pria 44 tahun itu terjebak dalam reruntuhan material longsor saat berusaha menyelamatkan nyawa istri Renta boru Sirait (40) dan tiga orang anaknya, dalam musibah tanah longsor yang menimpa rumah sekaligus tempat bisnis peti mati miliknya.
Kemudian pada Januari 2019. Sejak 15 Desember 2018 hingga 2 Januari 2019, tercatat sedikitnya tujuh kali longsor menerjang jembatan Siduadua, Nagori Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun.
Baca: Longsor Parapat, Tukang Peti Mati Itu Rela Hilang Nyawa Demi Istri dan 3 Anaknya
Baca: Longsor Parapat, ‘Tangisan’ Bukit Simarbalatuk dan Ketidaktahuan Camat Girsip
Banjir bandang itu telah berakibat kerugian material dialami masyarakat, terutama terganggunya arus lalu lintas ke kota wisata tersebut.
Atas rentetan peristiwa itu, bahwa banjir-banjir bandang tersebut erat kaitannya dengan aktivitas penebangan liar di Hutan Sitahoan dan kawasan Hutan Sibatuloting.
Sementara, dari Sualan sampai ke Tanjung Dolok, terdapat sejumlah aliran sungai yang sumber airnya berasal dari Hutan Sitahoan dan Kawasan Hutan Sibatuloting.