Benteng Siantar

Anak ‘Zaman Now’ Sibuk Main Gadget? Orangtua, Jangan Langsung Bilang ‘Oh No’!

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait foto bersama Civitas Akademika UHKBPNP, usai menggelar Seminar Nasional di Aula Kampus, Rabu (24/4/2019).

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Anak-anak sekarang atau populer dengan sebutan anak ‘Zaman Now’ sangat akrab dengan gadget. Bahkan tidak sedikit yang sangat bergantung pada telepon selular itu. Lalu, bagaimana orangtua harus meresponnya?

Tentang kebiasaan anak ‘zaman now’ yang sangat bergantung pada gadget, itu menjadi salahsatu topik bahasan antara mahasiswa dengan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait, dalam sesi tanya jawab seminar nasional bertempat di Aula Kampus Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP), Rabu (24/4/2019).

Merespon itu, Arist menyatakan bahwa orangtua harus berani mengatakan tidak kepada anak, ketika gadget tersebut digunakan sebagai pemenuhan sifat adiktif-nya. Tapi sebaliknya, jika itu berkaitan dengan segala sesuatu yang bersifat edukatif, maka sebaiknya didukung.

Tidak Ada Kata Damai Terhadap Kekerasan Anak

Dalam seminar itu, Arist menegaskan, tidak ada toleransi dan kata damai terhadap segala bentuk kekerasan terhadap anak. Sebab, kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa, maka penanganannya pun harus luar biasa (extraordinary).

Jika muncul pertanyaan mengapa anak perlu dilindungi, maka jawabannya anak adalah amanah, titipan dan anugerah dari Tuhan. Anak mempunyai hak hidup, harkat, dan martabat sebagai manusia dan anak adalah dambaan keluarga. Anak adalah keberlangsungan negara dan penerus bangsa.

BacaJustice For Audrey, Kronologi Lengkap Siswi SMP Dikeroyok 12 Pelajar SMA di Pontianak

BacaGara-gara Kesal, Nyawa Anak Balita Melayang di Tangan Tantenya

BacaOknum PNS Simalungun Digerebek Istri Berduaan dengan Janda Anak Satu

Ia menyebutkan, berdasarkan data yang dikumpulkan dan dianalis Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komnas Anak, mencatat bahwa sebanyak 216. 897 terjadi kasus pelanggaran hak anak di 34 provinsi, dan di 179 kabupaten/kota.

Sebesar 58 persen dari pelanggaran hak anak itu didominasi kejahatan seksual. Selebihnya 42 persen adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial serta kasus-kasus perebutan anak.

Ajarkan Anak Menolak Iming-iming

Nah, untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak, tugas dan peran orangtua menjadi guru yang pertama dan terutama bagi anak dalam segala hal. Memahami pertumbuhan, perkembangan, dan perilaku anak sesuai usianya.

Kemudian, mengenalkan kepada anak tentang kesehatan reproduksi termasuk mengenali bagian-bagian tubuhnya serta fungsi bagian tubuh tersebut.

“Ajarkan anak untuk menolak dan mengatakan tidak saat menerima sentuhan buruk dan tidak nyaman dan mewaspadai tawaran atau iming-iming,” pesan Arist.

Selanjutnya, membangun komunikasi terbuka dengan anak dan menjadi pendengar yang baik.

“Berlakulah menjadi sahabat anak. Menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak, mengenali pergaulan/teman-teman anak, melakukan kegiatan bersama termasuk beribadah, terlibat dalam kegiatan sekolah anak, dan mengikuti perkembangan informasi teknologi,” ucap Arist.

Sedangkan tugas dan peran sekolah, lanjut Arist, sekolah harus menjadi zona aman dalam arti sebenarnya, jauh dari tindak perundungan (bullying) atau dari tindak kekerasan apapun.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, dalam sesi tanya jawab seminar nasional bertempat di Aula Kampus UHKBPNP, Rabu (24/4/2019).

Komite sekolah yang merupakan perwakilan orangtua murid dan pihak sekolah harus difungsikan secara optimal, yaitu dalam rangka menangani permasalahan antar sesama murid dan juga antara murid dengan guru serta semua permasalahan yang berkaitan dengan proses belajar dan mengajar.

BacaSaat Beli Jajanan, Kakek Ini Sentuh Alat Kelamin Bocah 4 Tahun

BacaArist Merdeka: Tidak Ada Alasan Polres Siantar Menghentikan Kasus Kejahatan Seksual

BacaPolres Siantar Lepaskan Pelaku Cabul, Praktisi: Tidak Sesuai Hukum

Lebih lanjut, alumni SMA Kampus Universitas HKBP Nommensen tahun 1978 ini, menuturkan, guru sebagai ujung tombak pendidikan harus bertindak sebagai pengajar dan sekaligus pendidik yang mengedepankan metode dialogis dan partisipatif.

Seminar itu sendiri dimulai pukul 10.30 WIB dan selesai sekitar pukul 13.00 WIB, yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan MoU. Adapun moderator seminar, Wakil Rektor III David Berthony Manalu.

Kepada sejumlah wartawan, di seputaran kampus, Arist menjelaskan, maksud dan tujuan dilaksanakan kerjasama ini adalah untuk mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya kepada anak usia sekolah secara profesional terpadu dan terkoordinasi.

Adapun ruang lingkup kerja sama itu meliputi penyelenggaraan pendidikan perlindungan anak untuk usia sekolah berupa pertemuan-pertemuan ilmiah di tingkat lokal nasional regional maupun internasional.

Kemudian melakukan penelitian yang menghasilkan temuan-temuan terkait perkembangan karakter dan perlindungan anak usia sekolah, ditambah dengan kegiatan penyuluhan tentang perkembangan karakter dan perlindungan anak usia sekolah kepada masyarakat desa dan kota.

Sementara itu, sebagai wujud pengabdian kepada masyatakat, lingkup kerja sama lainnya adalah saling bertukar data dan informasi dan memberikan akses kepada mahasiswa melakukan kegiatan pemagangan di Komnas PA.

Sedangkan untuk melaksanakan ruang lingkup kerjasama ini, kedua pihak bersepakat untuk setiap kegiatan dilakukan pengaturan teknis bersama secara rinci oleh pihak universitas dan pihak Komnas PA dan pelaksanaan kegiatan para pihak dapat mengikutsertakan lembaga terkait yang bergerak di bidang perlindungan anak.

Seminar itu dihadiri ratusan mahasiswa, para pekerja media, pemerhati, para aktivis perlindungan anak, dan juga pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) wilayah Siantar-Simalungun.

Acara diawali dengan doa dan kebaktian singkat yang dibawakan Pdt Paulina Sirait. Rektor UHKBPNP Sanggam Siahaan, dalam sambutannya dibacakan Selviana Napitupulu menekankan bahwa perlindungan terhadap anak menjadi bagian dari tanggungjawab dan komitmen UHKBPNP.

BacaInilah Akibatnya Ngamar Dengan Gadis Dibawah Umur

BacaMain Kali Bah, Kelima Tersangka Judi Yang Diangkut Itu Emak-emak

BacaPerkelahian Berujung Maut, Pelajar SMA Tewas di Malam Pesta Rondang Bintang

Sekaitan dengan itu, pihaknya dengan penuh sukacita dan terpanggil mengadakan seminar untuk mengetahui dan memahami kehidupan anak serta cara mengadvokasi bagi anak yang jadi korban kekerasan.

“Mari, bapak ibu dosen, adik-adik mahasiswa, pegiat anak, dan para orangtua melindungi anak-anak kita dari segala bentuk kekerasan. Mereka juga anak-anak Tuhan,” ucap Selviana.

Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait melakukan penandatanganan MoU kerjasama untuk mendukung pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya kepada anak usia sekolah secara profesional terpadu dan terkoordinasi dengan UHKBPNP, Rabu (24/4/2019).

Seusai seminar, sambung Selviana, UHKBPNP dan Komnas PA menyepakati menjalin kerjasama yang dituangkan dalam sebuah Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding). Kerjasama yang dilakukan UHKBPNP dengan Komnas PA adalah sebagai wujud kepedulian Civitas Akademika terhadap masalah-masalah sosial, termasuk masalah sosial anak.

Selviana menjelaskan, UHKBPNP tidak bisa diam atas peristiwa-peristiwa yang dialami anak.

“Di masa depan menjadikan mahasiswa menjadi pionir gerakan perlindungan anak berbasis kampus, keluarga, dan masyarakat,” ujarnya.