Benteng Siantar

Walikota Siantar Hefriansyah Dimakzulkan? Ini Kata Mereka..

Ketua Partuha Maujana Simalungun (PMS) Kota Siantar Minten Saragih

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Suhu politik di Kota Pematangsiantar belakangan ini kembali memanas menyusul gelombang pengunjuk rasa mendesak agar DPRD Kota Pematangsiantar segera memakzulkan Walikota Siantar Hefriansyah, atas tuduhan pelecehan terhadap etnis Simalungun di tanah leluhurnya. Desakan kelompok massa pun direspon DPRD Kota Siantar dengan membentuk panitia khusus (pansus) atas dugaan penistaan etnis Simalungun oleh Walikota Siantar Hefriansyah.

Oleh pansus DPRD Kota Pematangsiantar, hasil daripada dugaan penistaan etnis Simalungun oleh Walikota Siantar Hefriansyah sudah diserahkan ke Ketua DPRD Siantar Marulitua Hutapea, pada 25 Juli 2018, untuk ditindaklanjuti. Kini, publik Kota Pematangsiantar sedang menanti apa kesimpulan pansus DPRD atas dugaan penistaan etnis Simalungun oleh Walikota Siantar Hefriansyah tersebut.

Terkait pemakzulan Walikota Siantar Hefriansyah itu, sejumlah argumen pun bermunculan. Antara lain dari seorang akademisi Robert Tua Siregar. Menurut Direktur Pasca Sarjana Universitas Simalungun (USI) ini pemakzulan adalah sebuah proses demokrasi menuju optimalisasi. Namun, dalam prosesnya perlu kehati-hatian jangan sampai salah membuat keputusan.

Dalam hal ini, lanjut Robert, pansus DPRD Siantar harus bekerja profesional dan memberikan keseimbangan dalam pelaksanaan pembangunan. Mengenai adanya kekurangan, kedepan dapat dikoreksi supaya tidak terulang kembali.

Robert berharap, proses hak angket ini dapat memberi jawaban tentang tuntutan rakyat.

Robert Tua Siregar, Direktur Pasca Sarjana Universitas Simalungun (USI).

“Tentu kita juga menginginkan pelaksanaan pembangunan di Kota Siantar dapat berjalan dengan baik dan beretika dengan menghargai kearifan lokal,” tutur Robert, kepada BENTENGSIANTAR.com, Sabtu (28/7/2018).

Sementara itu, Ketua Partuha Maujana Simalungun (PMS) Kota Siantar Minten Saragih berharap agar Ketua DPRD Kota Siantar segera menindaklanjuti kesimpulan pansus DPRD atas dugaan penistaan etnis Simalungun oleh Walikota Siantar Hefriansyah tersebut.

“Masalah ini sudah menjadi isu nasional, kita minta paripurna segera digelar,” tegas Minten.

Selain itu, Minten menyampaikan bahwa publik Siantar saat ini sangat menantikan apa hasil kesimpulan pansus DPRD atas dugaan penistaan etnis Simalungun itu.

“Jangan ditutup-tutupi, segera dibuka ke publik. Masyarakat, khususnya etnis Simalungun, ingin tahu apa hasilnya,” cetus Minten.

Minten berharap DPRD Siantar memrioritaskan tindak lanjut dugaan penistaan etnis Simalungun oleh Walikota Hefriansyah karena hal itu menyangkut kepentingan orang banyak.

“Jangan lagi ada anggota Dewan keluar kota. Saya meminta agar Ketua DPRD jangan memberi tugas lagi sebelum hasil angket ini diparipurnakan. Ini sangat prioritas, jangan sampai masyarakat turun demo lagi,” tegasnya.

Ia juga berharap DPRD Siantar membuka hati nurani terhadap persoalan dugaan penistaan etnis Simalungun tersebut. DPRD sebagai wakil rakyat harus melihat persoalan ini dengan nurani. Karena masyarakat berharap, DPRD dapat melihat penderitaan yang dialami etnis Simalungun.

Agar hasilnya berpihak kepada etnis Simalungun, Minten menegaskan akan tetap mengawal setiap tahapan hingga Walikota Siantar Hefriansyah dimakzulkan.

(Baca: Tiada Maaf Untuk Walikota Siantar)

(Baca: Ingkar Janji, Hefriansyah Kembali Dinilai Tak Hargai Etnis Simalungun)

(Baca: Tuntutan Warga Etnis Simalungun Didukung Himpunan Masyarakat Batak Toba)

Ditemui di tempat terpisah, Ketua Pansus Hak Angket DPRD Siantar Oberlin Malau mengatakan, tugas mereka sudah selesai. Hasil rapat Pansus Hak Angket DPRD Siantar sudah diserahkan kepada Ketua DPRD Marulitua Hutapea.

Tahapan selanjutnya kata Oberlin, Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Siantar nantinya yang akan menentukan kapan jadwal paripurna digelar.

(Baca: Ketua DPRD Mendadak Sakit, Hasil Rapat Pansus Dibawa ke RS Vita Insani)

(Baca: Pansus Hak Angket DPRD Siantar Ulur Waktu, Massa Nyaris Mengamuk)

(Baca: Gerakan Kebangkitan Simalungun Bersatu Gelar Unjuk Rasa, Tuntut Pemakzulan Walikota)

Untuk diketahui dalam UU Pemda, ada beberapa hal yang bisa membuat seorang kepala daerah dimakzulkan, di antaranya:

(Baca: Massa Gerakan Sapangambei Manoktok Hitei Duduki DPRD Siantar)

(Baca: Habiskan Rp300 Juta, Hasil Pansus Hak Angket Belum Kelihatan)

Pemakzulan bisa dimulai dari hak menyatakan pendapat oleh DPRD Kota Pematangsiantar. Setelah itu, prosesnya berlanjut hingga ke Mahkamah Agung (MA). Jika Mahkamah Agung menilai bahwa Pemko Siantar di bawah kepemimpinan Hefriansyah sebagai walikota dalam rangka menyemarakkan HUT Kota Siantar menonjolkan ‘Siantar Kota Pusaka’, disebut sebagai perbuatan tercela maka Hefriansyah bisa kehilangan posisinya.

(Baca: Curahan Hati Walikota Siantar yang Dituduh Menista Etnis Simalungun: Sedih…)

Sebagaimana diketahui bahwa semarak HUT Kota Siantar yang menonjolkan ‘Siantar Kota Pusaka’, telah melukai hati masyarakat Simalungun sebagai penduduk asli Kota Pematangsiantar. ‘Siantar Kota Pusaka’ itu berarti bahwa berbagai budaya leluhur telah punah di Simalungun. Lewat semarak HUT Kota Siantar itu mengisyaratkan jika Pemko Siantar telah mengingkari keberadaan etnis Simalungun.

“Padahal keberadaan etnis Simalungun masih eksis di Siantar,” kata Rohdian Purba, Sekretaris PMS Kota Siantar.