Benteng Siantar

Perbuatan Walikota Siantar Juga Disebut Kategori Menghina Simalungun

Herman Sipayung, Sekretaris Presidium Gerakan Sapangambei Manoktok Hitei (PGSMH) naik ke atas meja di ruang Rapat Gabungan Komisi DPRD Siantar, Rabu (25/7/2018).

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Saksi ahli yang ditemui Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Siantar selanjutnya adalah DR Eron Damanik MSi. Menurut saksi ahli ilmu sosial dan Antropologi Budaya Unimed Medan ini, Pemko Siantar yang telah membuat dan memakai simbol-simbol Simalungun yang salah dan telah mempertontonkan pada masyarakat pada peringatan Hari Jadi ke-147 Kota Siantar Tahun 2018, belum dapat dikatakan penistaan, akan tetapi merupakan suatu pengerdilan atau pengabaian.

Acara peringatan Hari Jadi tersebut, menurut Eron, merupakan kerja adat yang mengharuskan Marharoan Bolon dan melibatkan etnis Simalungun dalam hal ini Partuha Maujana Simalungun (PMS).

Dari latar belakang proses pembuatan brosur dan pemakaian simbol-simbol Simalungun yang tidak sesuai, maka dikategorikan termasuk penghinaan sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 157 Ayat 1 KUHPidana.

(Baca: Tiada Maaf Untuk Walikota Siantar)

Dan, berdasarkan hasil rapat dengar pendapat dan konsultasi yang dilakukan, panitia angket menyimpulkan bahwa Walikota Siantar melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, melanggar Pasal 157 dan Pasal 310 ayat 2 KUHPidana, tidak melaksanakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Kemudian tidak melaksanakan sumpah jabatan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.