Benteng Siantar

Di Universitas HKBP Nommensen Siantar, Djarot Bicara Media Sosial, Intoleransi dan Radikalisme

Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat saat menjadi pembicara dalam diskusi publik dengan topik Seminar Nasional Intoleransi dan Radikalisme di Universitas HKBP Nommensen Siantar, Kamis (5/12/2019).

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com – Anggota DPR RI Djarot Saiful Hidayat menjelaskan soal intoleransi dan radikalisme yang belakangan terjadi di Indonesia.

Hal itu disampaikanya ketika hadir sebagai pembicara dalam diskusi publik dengan topik Seminar Nasional Intoleransi dan Radikalisme di Universitas HKBP Nommensen Siantar, Kamis (5/12/2019).

BACA: Djarot Ajak Masyarakat Simalungun Lawan Berita Hoax

Selain Djarot, hadir pula Rektor Universitas HKBP Nomensen Siantar Sanggam Siahaan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Pdt Saut Sirait, dan Ketua Panitia Dies Natalis Drs Ronal Hasibuan MPd. Ribuan mahasiswa tampak menghadiri kegiatan itu.

Djarot mengatakan, intoleransi dan radikalisme marak terjadi di era proxy war saat ini. Dikatakan, karena kemajuan teknologi dan perkembangan media sosial (medsos), perang kini tanpa senjata, namun dengan opini dan wacana. Menurut Djarot, intoleransi berkali-kali terjadi di Indonesia akibat penggunaan medsos yang tak bijak.

BACA: Berkunjung ke Kedai Kopi Nainggolan, Djarot Apresiasi Tingginya Toleransi di Siantar

“Saya kira kita harus mewaspadai pihak-pihak yang memproduksi content ujaran kebencian yang tujuannya mempertajam perbedaan berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan,” tambahnya.

Ketua DPP PDIP ini meminta seluruh lapisan masyarakat agar inklusif, terbuka dan menerima perbedaan. Djarot berpendapat, negara demokrasi seperti Indonesia harus menjaga betul toleransi. Baginya, demokrasi tanpa toleransi merupakan demokrasi yang kebablasan.

BACA: 1.000 Lilin dan Doa Mahasiswa UHN Untuk Indonesia Satu dan Damai

Ia pun mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk membumikan nilai-nilai Pancasila, dan mewujudkan tujuan berdirinya negara sesuai Pembukaan UUD 1945.

Masih di lokasi yang sama, Ahmad Taufan mengatakan, mereka pernah bekerjasama dengan Litbang Kompas untuk melakukan survey perkembangan intoleransi di tahun 2018.

“Pada survey itu kami membuat pertanyaan terkait kesediaan responden menerima orang yang berbeda kepercayaan tinggal di lingkungannya. Ternyata, hasilnya banyak yang tak bersedia,” jelasnya.

BACA: Asrama Putri Geger, Mahasiswi HKBP Nommensen Meninggal Mendadak

Ahmad Taufan juga mengungkapkan, mereka menemukan adanya penurunan kesediaan, di mana para responden tak setuju bila rumah ibadah agama lain dibangun di lingkungannya.

“Artinya, kecenderungan masyarakat kita, toleransinya menurun,” pungkasnya.