Dukung Angket, Himapsi Beber Lima ‘Dosa’ Pelanggaran Walikota Hefriansyah
- Kamis, 23 Jan 2020 - 21:38 WIB
- dibaca 385 kali
SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) Kota Pematangsiantar mendukung penuh pembentukan Panitia Khusus (Pansus) tentang penggunaan hak angket DPRD Pematangsiantar. Dukungan itu disampaikan Himapsi lewat surat yang ditujukan ke Pimpinan DPRD Pematangsiantar.
Dalam suratnya nomor: 143/DPC-HIMAPSI/PS/I/2020, Himapsi menyampaikan 5 poin krusial yang menjadi aspirasi Himapsi. Poin-poin tersebut diajukan sebagai dasar lembaga DPRD untuk menggunakan hak angket.
Demikian disampaikan Ketua DPC Himapsi Siantar, Jonli Simarmata kepada wartawan, Kamis (23/01/2020). Ia menjelaskan, poin-poin genting tersebut yang pertama adalah terkait kasus penistaan etnis Simalungun yang dilakukan Walikota Hefriansyah pada tahun 2018 lalu. Sebagaimana diketahui, bahwa DPRD Kota Pematangsiantar telah membentuk Panitia Angket dan dalam perjalanannya, Panitia Angket telah melaksanakan tugas dengan menggelar rapat terhadap Organisasi Etnis Simalungun, Akademisi, Kementerian, Saksi Ahli, dan lembaga lainnya.
Adapun keputusan Panitia Angket yang ditetapkan pada 25 Juli 2018 lalu, memutuskan untuk memberhentikan/memakzukan Hefriansyah Noor sebagai Walikota Pematangsiantar karena berdasarkan fakta-fakta, data dan informasi, dinyatakan bahwa Hefriansyah telah melakukan penistaan atas etnis Simalungun dan atau adanya unsur sengaja untuk menghilangkan budaya Simalungun sebagai budaya daerah. Berdasarkan fakta dan data tersebut, diharapkan kepada Lembaga DPRD kiranya menindaklanjuti hasil keputusan Panitia Angket tersebut.
Kedua, masih kata Jonli, masalah pembangunan Tugu Raja Sangnaualuh Damanik. Sebagaimana kita ketahui bahwa pemerintah Kota Pematangsiantar telah memberhentikan pembangunan Tugu Raja Sang Naualuh Damanik secara sepihak.
Baca: 20 Anggota DPRD Siantar Gulirkan Angket Selidiki Hefriansyah
Baca: Fraksi PDIP Dukung Angket Selidiki Walikota Hefriansyah
Sampai saat ini belum ada titik terang terkait bagaimana tindak lanjut dari pembangunan tugu dimaksud pasca diberhentikan. Padahal sebelumnya, pembangunan tugu tersebut sudah dikerjakan sekitar 35 persen. Dan akibat pembangunan dihentikan, negara mengalami kerugian sebesar Rp913.000.000.
Ketiga, masalah pembongkaran prasasti bendera merah putih di Jalan Merdeka Pematangsiantar. Sebagaimana diketahui, usia prasasti tersebut telah melewati 50 (lima puluh) tahun. Maka seyogianya prasasti itu sudah layak dijadikan menjadi salah satu cagar budaya.
Baca: Kecuali Adik Ipar Hefriansyah dan Lima Wakil Rakyat, Semua Dukung Angket
Baca: Paripurna Pansus Angket Lagi-lagi Tak Kuorum, Mangatas: Sudah Selesai
Namun, hal tersebut tentunya tidak dapat terwujud. Sebab baru-baru ini, pemerintah kota Pematangsiantar melalui Dinas Pariwisata, telah membongkar prasasti tersebut. Pembongkaran yang dilakukan tersebut menuai kritik dari publik. Sehingga Dinas Pariwisata membangunnya kembali.
Pembongkaran dan pembangunan kembali prasasti dimaksud, pastinya sudah menghilangkan nilai historis dari peninggalan bersejarah. Sehingga, peninggalan yang seyogianya sudah layak menjadi cagar budaya itu, tidak menjadi layak lagi. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Pematangsiantar tidak paham dan atau terkesan sepele terhadap peninggalan sejarah.