Dukung Angket, Himapsi Beber Lima ‘Dosa’ Pelanggaran Walikota Hefriansyah
- Kamis, 23 Jan 2020 - 21:38 WIB
- dibaca 385 kali
Keempat, masalah pembangunan Tugu Ayam Jantan (Dayok Mirah) di persimpangan Jalan Sisingamangaraja-Ahmad Yani Pematangsiantar. Pembangunan tugu itu juga memunculkan persoalan karena terjadi kesalahan dalam penulisan aksara Simalungun. Selain itu, pembangunan monumen itu juga tidak jelas.
“Kami menilai, ada kepanikan atau kegamangan walikota dan dinas terkait terhadap pembangunan tersebut. Sebab sebelumnya, monumen itu dibangun dengan bertuliskan Sangnaualuh dihiasi dengan kalimat delapan podah (nasihat),” jelas Jonli.
“Namun sesuai pengawasan kami, konsep pembangunan monumen tersebut seketika berubah menjadi monumen Dayok Mirah. Berdasarkan fakta tersebut, dapat dipastikan bahwa walikota dan dinas terkait tidak memiliki konsep jelas terkait perencanaan, pelaksanaan, dan latar belakang pembangunan monumen tersebut,” kritiknya lagi.
Kelima adalah masalah penyusunan pokok pikiran kebudayaan. Berdasarkan Undang- undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah bahwa pada 17 Juli Tahun 2018 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyurati Kepala Daerah Kabupaten/Kota se-Indonesia agar masing-masing daerah menyusun pokok pikiran kebudayaan daerah.
Tujuan dari program ini adalah sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Namun sesuai kondisi yang terjadi saat ini, meskipun telah disurati Mendikbud sejak tahun 2018 lalu, hingga kini Walikota Pematangsiantar tidak menyusun pokok pikiran kebudayaan dimaksud.
“Atas fakta itu, kami menilai adanya unsur kesengajaan yang dilakukan Walikota Hefriansyah untuk tidak menyusun pokok pikiran kebudayaan tersebut,” katanya.
Baca: Fraksi PDIP Penyumbang Terbanyak Tak Hadir, Sehingga Paripurna Angket Tak Kuorum
Baca: Paripurna Angket 2 Kali Tak Kuorum, Dugaan Suap Pun Berhembus
Ketika pokok pikiran kebudayaan dari Kota Pematangsiantar tidak disusun dan diusulkan ke Kementerian, tentu secara otomatis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan berpandangan bahwa Kota Pematangsiantar tidak memiliki kebudayaan.
“Hal ini menurut kami sebagai bentuk penistaan terhadap etnis Simalungun dan upaya Walikota Hefriansyah untuk menghilangkan budaya Simalungun di Kota Pematangsiantar,” tegas Jonli.
Berdasarkan sejumlah persoalan sebagaimana ia jelaskan di atas, Jonli menyimpulkan bahwa Walikota Hefriansyah telah melakukan sejumlah pelanggaran antara lain: melanggar sumpah janji jabatan sebagai Kepala Daerah sebagaimana diatur pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 Pasal 7 ayat 2. Kemudian melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada pasal 76 ayat 1 huruf B tentang Pemerintahan Daerah.
Baca: Ini Kejanggalan Tak Adanya Keputusan DPRD Siantar Terhadap Hasil Pansus Angket
Baca: Pakar Hukum: 2 Kali Tak Kuorum Bukan Alasan Hentikan Paripurna Hak Angket
Melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Selanjutnya, melanggar Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah.
“Dengan adanya sejumlah pelanggaran Undang-Undang tersebut, dengan demikian kami meminta Lembaga DPRD Kota Pematangsiantar untuk segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) pemberhentian Walikota Hefriansyah Noor,” tegas Jonli Simarmata mengakhiri.