SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Warga Jalan Rakutta Sembiring, Kelurahan Naga Pitu, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematang Siantar, dibuat gempar, Jumat (14/1/2021) pagi sekira pukul 06.30 WIB.
Kehebohan ini menyusul tewasnya salahseorang warga bernama Nambah Tuah Saragih (47 tahun).
Kasat Reskrim Polres Siantar AKP Banuara Manurung menjelaskan, kejadian itu pertama kali diketahui istri korban Evi Meriani boru Gultom. Pagi itu, Evi baru bangun tidur dan hendak keluar kamar, tapi pintu terkunci dari luar.
Lalu, Evi memanggil anaknya Oberlin Yudika Saragih dan meminta tolong agar pintu kamarnya dibuka.
Setelah pintu kamar terbuka, Evi pun bergegas ke dapur, seperti biasa memasak untuk serapan pagi mereka.
Namun, betapa terkejutnya Evi saat melihat ayah dari anaknya telah terbujur kaku, dengan posisi tergantung dan leher terlilit tali nilon yang diikatkan di langit-langit dapur.
Kontan, melihat suaminya terbujur kaku, Evi langsung berteriak histeris dan meminta bantuan para tetangga.
Mendengar teriakan Evi, anak dan para tetangga langsung berlari menuju tempat korban tewas gantung diri.
Baca: Akhir Tragis Seorang Ibu Muda di Siantar Martoba, Gantung Diri, Padahal Lagi Hamil 8 Bulan
Baca: Toba Geger, Menantu dan Putri Kandung Dibacok, Lalu Coba Akhiri Hidup
Setelah meminta tolong tetangga, kasus itu kemudian dilaporkan polisi.
Tak lama kemudian, petugas kepolisian setempat tiba di lokasi dan mengevakuasi jenazah pria 47 tahun itu.
Motif Korban Mengakhiri Hidup..
Motif Korban Mengakhiri Hidup..
Tim medis dari puskesmas Siantar Martoba pun melakukan pemeriksaan terhadap tubuh Nambah Tua. Hasilnya, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
“Namun, lidah keluar, cairan keluar dari kemaluan, dan kotoran keluar dari dubur Nambah Tua,” kata Banuara.
Baca: Diduga Depresi karena Difitnah, Akhiri Hidup di Pohon Alpukat
Baca: Heboh di Jalan Siak Siantar! Ibu Temukan Anak Gantung Diri
Menurut Kasat Banuara, dari keterangan mereka peroleh, motif Nambah Tua mengakhiri hidup karena masalah ekonomi.
“Korban dan istrinya itu berjualan di Pasar Parluasan (Pasar Dwikora). Tapi, karena penjualan berkurang, pembayaran uang sekolah anak-anak korban terkendala. Itu motifnya,” pungkas Banuara.