Benteng Siantar

Dukung Angket, Himapsi Beber Lima ‘Dosa’ Pelanggaran Walikota Hefriansyah

Jonli Simarmata, Ketua DPC Himapsi Siantar.

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun (Himapsi) Kota Pematangsiantar mendukung penuh pembentukan Panitia Khusus (Pansus) tentang penggunaan hak angket DPRD Pematangsiantar. Dukungan itu disampaikan Himapsi lewat surat yang ditujukan ke Pimpinan DPRD Pematangsiantar.

Dalam suratnya nomor: 143/DPC-HIMAPSI/PS/I/2020, Himapsi menyampaikan 5 poin krusial yang menjadi aspirasi Himapsi. Poin-poin tersebut diajukan sebagai dasar lembaga DPRD untuk menggunakan hak angket.

Demikian disampaikan Ketua DPC Himapsi Siantar, Jonli Simarmata kepada wartawan, Kamis (23/01/2020). Ia menjelaskan, poin-poin genting tersebut yang pertama adalah terkait kasus penistaan etnis Simalungun yang dilakukan Walikota Hefriansyah pada tahun 2018 lalu. Sebagaimana diketahui, bahwa DPRD Kota Pematangsiantar telah membentuk Panitia Angket dan dalam perjalanannya, Panitia Angket telah melaksanakan tugas dengan menggelar rapat terhadap Organisasi Etnis Simalungun, Akademisi, Kementerian, Saksi Ahli, dan lembaga lainnya.

Adapun keputusan Panitia Angket yang ditetapkan pada 25 Juli 2018 lalu, memutuskan untuk memberhentikan/memakzukan Hefriansyah Noor sebagai Walikota Pematangsiantar karena berdasarkan fakta-fakta, data dan informasi, dinyatakan bahwa Hefriansyah telah melakukan penistaan atas etnis Simalungun dan atau adanya unsur sengaja untuk menghilangkan budaya Simalungun sebagai budaya daerah. Berdasarkan fakta dan data tersebut, diharapkan kepada Lembaga DPRD kiranya menindaklanjuti hasil keputusan Panitia Angket tersebut.

Kedua, masih kata Jonli, masalah pembangunan Tugu Raja Sangnaualuh Damanik. Sebagaimana kita ketahui bahwa pemerintah Kota Pematangsiantar telah memberhentikan pembangunan Tugu Raja Sang Naualuh Damanik secara sepihak.

Baca20 Anggota DPRD Siantar Gulirkan Angket Selidiki Hefriansyah

BacaFraksi PDIP Dukung Angket Selidiki Walikota Hefriansyah

Sampai saat ini belum ada titik terang terkait bagaimana tindak lanjut dari pembangunan tugu dimaksud pasca diberhentikan. Padahal sebelumnya, pembangunan tugu tersebut sudah dikerjakan sekitar 35 persen. Dan akibat pembangunan dihentikan, negara mengalami kerugian sebesar Rp913.000.000.

Ketiga, masalah pembongkaran prasasti bendera merah putih di Jalan Merdeka Pematangsiantar. Sebagaimana diketahui, usia prasasti tersebut telah melewati 50 (lima puluh) tahun. Maka seyogianya prasasti itu sudah layak dijadikan menjadi salah satu cagar budaya.

BacaKecuali Adik Ipar Hefriansyah dan Lima Wakil Rakyat, Semua Dukung Angket

BacaParipurna Pansus Angket Lagi-lagi Tak Kuorum, Mangatas: Sudah Selesai

Namun, hal tersebut tentunya tidak dapat terwujud. Sebab baru-baru ini, pemerintah kota Pematangsiantar melalui Dinas Pariwisata, telah membongkar prasasti tersebut. Pembongkaran yang dilakukan tersebut menuai kritik dari publik. Sehingga Dinas Pariwisata membangunnya kembali.

Pembongkaran dan pembangunan kembali prasasti dimaksud, pastinya sudah menghilangkan nilai historis dari peninggalan bersejarah. Sehingga, peninggalan yang seyogianya sudah layak menjadi cagar budaya itu, tidak menjadi layak lagi. Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Pematangsiantar tidak paham dan atau terkesan sepele terhadap peninggalan sejarah.

Keempat, masalah pembangunan Tugu Ayam Jantan (Dayok Mirah) di persimpangan Jalan Sisingamangaraja-Ahmad Yani Pematangsiantar. Pembangunan tugu itu juga memunculkan persoalan karena terjadi kesalahan dalam penulisan aksara Simalungun. Selain itu, pembangunan monumen itu juga tidak jelas.

“Kami menilai, ada kepanikan atau kegamangan walikota dan dinas terkait terhadap pembangunan tersebut. Sebab sebelumnya, monumen itu dibangun dengan bertuliskan Sangnaualuh dihiasi dengan kalimat delapan podah (nasihat),” jelas Jonli.

“Namun sesuai pengawasan kami, konsep pembangunan monumen tersebut seketika berubah menjadi monumen Dayok Mirah. Berdasarkan fakta tersebut, dapat dipastikan bahwa walikota dan dinas terkait tidak memiliki konsep jelas terkait perencanaan, pelaksanaan, dan latar belakang pembangunan monumen tersebut,” kritiknya lagi.

Kelima adalah masalah penyusunan pokok pikiran kebudayaan. Berdasarkan Undang- undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah bahwa pada 17 Juli Tahun 2018 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyurati Kepala Daerah Kabupaten/Kota se-Indonesia agar masing-masing daerah menyusun pokok pikiran kebudayaan daerah.

Tujuan dari program ini adalah sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

Namun sesuai kondisi yang terjadi saat ini, meskipun telah disurati Mendikbud sejak tahun 2018 lalu, hingga kini Walikota Pematangsiantar tidak menyusun pokok pikiran kebudayaan dimaksud.

“Atas fakta itu, kami menilai adanya unsur kesengajaan yang dilakukan Walikota Hefriansyah untuk tidak menyusun pokok pikiran kebudayaan tersebut,” katanya.

BacaFraksi PDIP Penyumbang Terbanyak Tak Hadir, Sehingga Paripurna Angket Tak Kuorum

BacaParipurna Angket 2 Kali Tak Kuorum, Dugaan Suap Pun Berhembus

Ketika pokok pikiran kebudayaan dari Kota Pematangsiantar tidak disusun dan diusulkan ke Kementerian, tentu secara otomatis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan berpandangan bahwa Kota Pematangsiantar tidak memiliki kebudayaan.

“Hal ini menurut kami sebagai bentuk penistaan terhadap etnis Simalungun dan upaya Walikota Hefriansyah untuk menghilangkan budaya Simalungun di Kota Pematangsiantar,” tegas Jonli.

Berdasarkan sejumlah persoalan sebagaimana ia jelaskan di atas, Jonli menyimpulkan bahwa Walikota Hefriansyah telah melakukan sejumlah pelanggaran antara lain: melanggar sumpah janji jabatan sebagai Kepala Daerah sebagaimana diatur pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 Pasal 7 ayat 2. Kemudian melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada pasal 76 ayat 1 huruf B tentang Pemerintahan Daerah.

BacaIni Kejanggalan Tak Adanya Keputusan DPRD Siantar Terhadap Hasil Pansus Angket

BacaPakar Hukum: 2 Kali Tak Kuorum Bukan Alasan Hentikan Paripurna Hak Angket

Melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Selanjutnya, melanggar Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah.

“Dengan adanya sejumlah pelanggaran Undang-Undang tersebut, dengan demikian kami meminta Lembaga DPRD Kota Pematangsiantar untuk segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) pemberhentian Walikota Hefriansyah Noor,” tegas Jonli Simarmata mengakhiri.