Benteng Siantar

Kecelakaan Kerja di PT Agung Beton, Bawahan Tangan Buntung, Atasan Masuk Bui

Teguh Ginting (kanan) mengalami tangan buntung. Martua Aruan dan Andi Lesmana (kiri), bekas atasan korban di PT Agung Beton Persada, diamankan Polres Siantar, Selasa (15/12/2020).

SIANTAR, BENTENGSIANTAR.com– Personel Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Pematang Siantar mengamankan dua pimpinan PT Agung Beton Persada, Selasa (15/12/2020).

Mereka adalah Martua Marolop Aruan (28) dan Andi Lesmana (23). Keduanya merupakan pimpinan pada bagian produksi perusahaan yang beralamat di Jalan Medan, Kecamatan Siantar Martoba, tersebut.

Kasat Reskrim Polres Siantar AKP Edi Sukamto menerangkan, keduanya diringkus dari rumah masing-masing. Martua dari Sigura-gura, Asahan. Sedangkan, Andi Lesmana dari Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.

Edi mengungkapkan, Martua dan Andi sudah berstatus tersangka dan dijerat Pasal 360 KUHPidana tentang Kelalaian Yang Menyebabkan Orang Luka Berat.

“Ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara,” kata Edi.

Sekadar diketahui, penangkapan terhadap keduanya merupakan buntut dari kecelakaan kerja yang dialami Teguh Syahputra Ginting, pada 15 April 2020 lalu. Akibat kecelakaan itu, bekas bawahan Martua Aruan dan Andi Lesmana di PT Agung Beton Persada tersebut harus merelakan tangan kanannya diamputasi.

BacaProtes Masyarakat Martoba ke PT Agung Beton Persada: Tiap Hari Hirup Debu

BacaAktivitas PT Agung Beton Perdana Berhenti Setelah Diprotes Warga

Diberitakan sebelumnya, Serda Yusuf Ginting, orang tua korban menerangkan awal kejadian yang mengakibatkan anaknya mengalami cacat permanen di PT Agung Beton Persada. Saat itu Rabu 15 April 2020 siang, anaknya ditugasi oleh mandor untuk memperbaiki mesin. Tiba-tiba, mesin pengolah material beton tersebut hidup dan menggulung tangan korban.

“Waktu kejadian, anak saya bekerja baru 6 bulan,” kata pria yang berdinas di Rindam I/BB Pematangsiantar tersebut.

Bersambung ke halaman 2..

Yusuf melanjutkan, setelah kejadian, upaya penanganan medis pertama yang dilakukan pihak perusahaan tempat anaknya bekerja adalah membawa ke Rumah Sakit (RS) Vita Insani Pematangsiantar. Kemudian, dirujuk ke RS Murni Teguh Medan.

Dua pekan dirawat, pemuda yang bermukim di Asrama Rindam I/BB, Kelurahan Setia Negara, Kecamatan Siantar Sitalasari, itu harus merelakan salahsatu tangannya diamputasi.

Teguh telah menjalani perawatan medis selama lima bulan. Namun hingga detik ini, Teguh sama sekali tidak mendapat santunan dari pihak perusahaan yang berada di Jalan Medan Km 7, Kelurahan Tambun Nabolon, Kecamatan Siantar Martoba, tersebut.

Bahkan, setelah dirawat di rumah, tak satupun pihak perusahaan yang menjenguk Teguh.

BacaProtes Keras Orangtua Karyawan Putus Tangan ke PT Agung Beton

BacaDerita Teguh Ginting, Karyawan PT Agung: Kehilangan Tangan Tanpa Santunan

Lalu, Yusuf berinisiatif mendatangi lokasi kerja anaknya. Hanya saja, usai menjelaskan tentang pertanggungjawaban, pihak perusahaan tidak memberikan kepastian. Akhirnya, Yusuf memilih menempuh jalur hukum ke Polres Siantar, Selasa (29/9/202) kemarin.

“Selama ini, saya datangi tempat kerjanya. Tapi, pas saya tanya sama humasnya, dia bilang jumpai si Lazuardi sebagai manajer. Setelah negoisasi, manajer itu sempat mengajukan santunan. Tapi, santunan yang diajukan mereka sama sekali tidak sesuai dengan Undang-Undang Tenaga Kerja,” papar Yusuf.

Bersambung ke halaman 3..

Masih kata Yusuf, pihak perusahaan menawarkan santunan sebesar Rp10 juta. Namun, menurut Yusuf, santunan itu tidak pantas.

“Seharusnya perusahaan memberikan itu (santunan) sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ucapnya, lagi sembari menuding pihak perusahaan tidak beritikad baik dalam menyelesaikan kasus kecelakaan kerja yang menimpa anaknya.

Teguh yang dihubungi via telepon seluler menyampaikan, saat bekerja, dirinya diminta menjahit karet belting yang sudah usang agar mesin bisa beroperasi.

BacaPanen Sawit, Karyawan PTPN 4 Kebun Dosin Tidak Pakai Alat Pelindung Diri

BacaKecelakaan di Tapian Dolok, Dua Orang Pekerja Pembangunan Tol Tewas

Padahal, menurut Teguh, karet belting itu sudah tidak layak dan perlu diganti.

“Sebenarnya mesin itu harus ada orang bengkelnya, tapi karena di divisi saya, aku yang diminta menjahit karet itu. Meskipun saya rasa sudah nggak layak memang dijahit,” beber Teguh.