Benteng Siantar

Ihwal di Balik Interpelasi DPRD Simalungun: Bupati Radiapoh Itu Arogan dan Sarat Nepotisme

Ilustrasi. Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga diinterpelasi oleh DPRD Simalungun.

SIMALUNGUN, BENTENGSIANTAR.com– Sedikitnya 17 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Simalungun mengajukan hak interpelasi atas sejumlah kebijakan Bupati Radiapoh Hasiholan Sinaga, yang dinilai keliru dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berkas pengajuan interpelasi tersebut sudah diserahkan ke Sekretaris Dewan (Sekwan) Drs Fendi Raya Girsang untuk selanjutnya disetujui pimpinan DPRD Simalungun.

Seluruh Anggota DPRD yang mengajukan hak interpelasi tersebut yakni; H Mariono, Aripin Panjaitan, Maraden Sinaga, Jasser Gultom, Junika Veronika Munthe, Jhon Manat Purba, dan Jhonson Sinaga dari Fraksi PDI Perjuangan.

Kemudian, Histony Sijabat, Irwansyah Purba, Erna Sari Purba, dan Andre Andika Sinaga dari Fraksi Demokrat.

Lalu dari Fraksi Gerindra, Bona Uli Rajagukguk, Badri Kalimantan, Erwin Parulian Saragih, dan Juarsa Siagian.

Dan, Ucok Alatas Siagian dan Jamerson Saragih dari Fraksi Nasdem.

H Mariono bersama enam koleganya sesama Anggota DPRD Simalungun saat menggelar konferensi pers terkait penyampaian hak interpelasi kepada Bupati Simalungun, bertempat di Sobat Cafe Resto, Kota Pematang Siantar, Kamis (20/1/2022).

BacaSimalungun ‘Bergejolak’, Bupati Radiapoh Diinterpelasi Dewan

Baca20 Anggota DPRD Siantar Gulirkan Angket Selidiki Hefriansyah

Mariono, salah satu Anggota DPRD yang mendukung interpelasi itu menjelaskan, ada 4 poin yang menjadi alasan mereka mengajukan hak interpelasi.

Halaman Selanjutnya >>>

Mariono: Radiapoh Lebih Tepat Pemimpin Arogan

Mariono: Radiapoh Lebih Tepat Pemimpin Arogan

Pertama, Surat Keputusan Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga Nomor: 188.45/8125/1.1.3/2021 tentang pengangkatan tenaga ahli.

Dalam pengangkatan tenaga ahli itu, SK Bupati dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2019, khususnya pasal 102 poin 4 yang menyatakan Staf Ahli Gubernur dan Bupati/ Walikota diangkat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan.

“Jika melihat SK Bupati, kami menilai Bupati menjadikan posisi jabatan staf ahli hanya sebagai membalas jasa terhadap tim suksesnya. Bahkan, demi balas jasa terserbut, Bupati mampu dan kukuh melanggar perundang-undangan yang berlaku,” kata Mariono, dalam konferensi pers di Sobat Cafe Resto, Jalan Adam Malik, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematang Siantar, Kamis (20/1/2022).

BacaKPK Tahan Rinawati Sianturi

BacaIni Profil Walikota Medan Dzulmi Eldin yang Terjaring OTT KPK

Hal itu, sambung Mariono, menunjukkan bahwa Radiapoh Sinaga bukan pemimpin yang arif dan bijaksana. Namun, pemimpin yang sitatnya pemuas bagi tim sukses yang berjasa.

“Selain itu, kami menilai, Bupati bukan pemimpin yang profesional. Namun, lebih tepat sebagai pemimpin yang arogan,” kata politisi PDI Perjuangan ini.

Halaman Selanjutnya >>>

Ketika Tenaga Ahli Hadir Rapat Bersama OPD Dianggap Sikap Perang Terhadap DPRD

Halaman Sebelumnya <<<

Ketika Tenaga Ahli Hadir Rapat Bersama OPD Dianggap Sikap Perang Terhadap DPRD

Mariono menerangkan, kebijakan atas dikeluarkannya SK Bupati terhadap tenaga ahli tersebut telah dibahas dalam paripurna DPRD. Hasilnya, diputuskan bahwa Bupati harus mencabut SK tersebut. Namun hingga kini, keputusan tersebut tidak dijalankan.

“Penolakan DPRD sebagai legislatif dapat dilihat juga dengan tidak disetujui atau ditampung gaji dan kebutuhan lainnya untuk staf ahli,” beber Marino.

Dengan tidak dicabutnya SK Tenaga Ahli itu, lanjut Mariono, mereka menilai Bupati tidak menghormati lembaga legislatif sebagai mitra kerja dalam pemerintahan. Bahkan, Radiapoh cenderung terlihat sepele terhadap legislatif.

“Kami juga perlu mengingatkan Bupati jika DPRD adalah perwakilan rakyat yang dipimpinnya saat ini,” tegas Mariono.

BacaEsron Sinaga, dari Kepala Dinas Perhubungan Siantar jadi Sekda Simalungun

BacaKPK Tahan John Hugo Silalahi

Sebagai mitra kerja, kata Mariono, Bupati seharusnya dapat menerima usulan dan masukan dari DPRD. Bukan malah menyepelekannya dan menganggap usulan itu sebagai tong kosong yang tak perlu dihiraukan.

“Kami menilai, keberadaan staf ahli yang selalu hadir di paripurna DPRD dan duduk sejajar dengan OPD seakan-akan menunjukkan sebuah sikap perlawanan dan bahkan perang terhadap DPRD,” kata Mariono.

Halaman Selanjutnya >>>

Pelantikan Sekda Tanpa Koreksi Pemerintah Atasan

Halaman Sebelumnya <<<

Pelantikan Sekda Tanpa Koreksi Pemerintah Atasan

Masih kata Mariono, alasan kedua pengajuan hak interpelasi yakni soal pelantikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Simalungun Esron Sinaga.

Mariono menuturkan, syarat menjadi Sekretaris Daerah sesuai ketentuan Perundang-Undangan Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintahan Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS), salah satunya adalah telah lulus seleksi terbuka yang diikuti minimal 3 orang dan selanjutnya diserahkan kepada bupati untuk memilih 1 diantaranya.

“Namun pada kenyataannya, hasil seleksi yang dilakukan hanya menghasilkan 1 orang yang dinyatakan lulus seleksi. Menurut aturan yang berlaku, jika hasil seleksi hanya menyatakan 1 orang yang lulus, maka seleksi tersebut dinyatakan gugur dan dibuka pendaftaran ulang,” terang Marino.

BacaSamuel Simangunsong, Lulus Uji Kompetensi di Simalungun, Tapi Tidak Ikut Dilantik

BacaKecuali Adik Ipar Hefriansyah dan Lima Wakil Rakyat, Semua Dukung Angket

Namun, Bupati Simalungun tetap melakukan pelantikan terhadap hasil seleksi yang salah. Sehingga, mereka menilai jika Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga ingin menunjukkan bahwa dia kebal dan tidak peduli bahkan terkesan menyepelekan peraturan yang berlaku.

“Parahnya lagi, pelantikan sekretaris daerah tanpa melalui koreksi dari pemerintah atasan, yakni Gubernur Sumatera Utara dan Komisi ASN,” papar Ketua BKD Simalungun ini.

Halaman Selanjutnya >>>

Kecenderungan Radiapoh Memaksakan Kehendak dan Nepotisme

Halaman Sebelumnya <<<

Kecenderungan Radiapoh Memaksakan Kehendak dan Nepotisme

Tindakan itu, sambung Mariono, menunjukkan bahwa tidak adanya pemahaman Bupati sebagai pembina ASN terhadap undang-undang yang berlaku.

“Untuk itu, kami mengimbau Bupati untuk lebih memahami dan mendalami perintah perundang-undangan yang berlaku di NKRI ini,” pinta Mariono.

Alasan ketiga yakni terkait pemberhentian 18 orang pejabat pimpinan tinggi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun. Menurut mereka, kebijakaan Bupati untuk memberhentikan 18 pejabat tersebut adalah tindakan semena-mena. Bahkan, tindakan itu cenderung amburadul.

“Ini terlihat jelas bahwa pelantikan tersebut dilakukan tanpa mendapat rekomendasi dari Komisi ASN dan terlihat bertolak belakang dari rekomendasi yang dikeluarkan Komisi ASN yang menyatakan melakukan uji kompetensi,” kata Mariono.

BacaDelapan Pejabat Simalungun ‘Bekas Anak Buah’ JR Saragih Dipakai RHS Lagi

BacaLagi, Dua Mantan Anggota DPRD Sumut Ditahan KPK

Mariono mengatakan, tindakan tersebut cenderung memaksakan kehendak untuk ambisi yang tidak tentu arah dan bahkan dinilai nepotisme.

“Hal itu jelas-jelas mencederai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintahan Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Neger Sipil Yang Profesional, Memiliki Nilai Dasar, Etika Profesi Bebas Dari Interpensi Politik, Bersih Dari Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Tindakan Bupati tersebut mungkin hanya bertujuan untuk menempatkan orang-orangnya atau pendukungnya sebagai pejabat pimpinan tinggi dalam pemerintahannya dan menyingkirkan ASN yang tidak berpihak kepada kebijakan Bupati,” ungkap Mariono.

Halaman Selanjutnya >>>

Pelantikan 80 Pejabat Tinggi dan Administrator di Simalungun Itu Terlalu Buru-buru

Halaman Sebelumnya <<<

Pelantikan 80 Pejabat Tinggi dan Administrator di Simalungun Itu Terlalu Buru-buru

Dan yang terakhir yakni terkait pelantikan pejabat tinggi pratama Kabupaten Simalungun. Mariono menjelaskan, pelantikan 22 pejabat tinggi dan 58 pejabat fungsional yang terdiri dari Camat dan Swkretaris OPD, juga belum mendapat rekomendasi dari Komisi ASN sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

“Kami menilai, Bupati terlalu terburu-buru dalam pelantikan tersebut dan bahkan terkesan mengabaikan sikap profesional. Hal ini tentu membuat kecurigaan bagi kami bahwa pejabat yang dilantik tersebut mengandung unsur nepotisme,” ujar Mariono.

Mariono mengingatkan bahwa DPRD Simalungun sangat memandang serius permasalahan tersebut.

“Hal itu terlihat dari pandangan umum yang disampaikan saat rapat paripura DPRD Simalungun dan respon para anggota DPRD, baik melalui media sosial dan elektronik menyahuti, beberapa permasalahan tersebut,” ujar Mariono.

BacaHefriansyah Soal Hak Angket DPRD: Orang Itu yang Melakukan, Bukan Aku

BacaAnggota DPRD Simalungun Ajukan Hak Interpelasi Pemberhentian Guru

Namun hingga saat ini, tambah Mariono, Radiapoh belum memperlihatkan respons untuk menjawab permasalahan tersebut.

Halaman Selanjutnya >>>

Bonauli: Jangan Sesuka Hati

Halaman Sebelumnya <<<

Bonauli: Jangan Sesuka Hati

Masih di lokasi yang sama, Histony Sijabat mengatakan, interpelasi merupakan hak DPRD. Namun, sambung Histony, Radiapoh juga memiliki hak untuk menjawab atau tidak menjawab permasalahan tersebut.

“Pengajuan hak interpelasi ini juga sebagai bentuk kepedulian kami terhadap Simalungun. Dalam setiap kata sambutannya, Bupati juga sering mengajak untuk bekerjasama memperbaiki Simalungun,” ujar Politisi Demokrat ini.

Ketua Komisi I ini menambahkan, ketika nantinya tidak ada jawaban dari Radiapoh atas persoalan itu, maka pihaknya akan menempuh jalur yang ada hingga pengajuan hak angket.

BacaHimapsi Beber Persoalan di Siantar, DPRD Diminta Gunakan Hak Interpelasi Panggil Walikota

BacaDominasi Wajah Baru di ‘Kabinet’ RHS-ZW, Berikut Daftar Lengkapnya

Sementara itu, Bona Uli Rajagukguk meminta agar pimpinan DPRD merespons pengajuan hak interpelasi tersebut.

“Itu supaya tidak ada pengkotak-kotakan di lembaga DPRD. Kita semua saudara. Ini bukan kepentingan pribadi, tapi masyarakat. Ini juga kepentingan DPRD dan Pemkab, legislatif dan eksekutif. Kebijakan harus sesuai perundang-undangan dan regulasi. Jangan sesuka hati,” kata Bona.

Halaman Selanjutnya >>>

Opsi Mosi Tidak Percaya, Bila..

Halaman Sebelumnya <<<

Opsi Mosi Tidak Percaya, Bila..

Bona mengatakan, jika pimpinan DPRD Simalungun tidak merespons interpelasi itu, mereka juga akan mengajukan mosi tak percaya.

Politisi Gerindra ini menegaskan, tidak ada oknum yang menunggangi pengajuan hak interpelasi tersebut.

“Tujuannya supaya Simalungun lebih baik dan sejahtera. Itu sesuai visi dan misi Bupati,” jelas Bona.

BacaTahun Baru, Wajah Baru Kabinet RHS-ZW, Hanya Dua Stok Lama

BacaTrimedya Titip Kader PDIP ke Edy Rahmayadi: Jangan Seperti Gatot Lagi

Bona menambahkan, jika dalam perjalanannya ada salah satu dari 17 Anggota DPRD yang mundur dari pengajuan hak interpelasi, itu artinya sudah melanggar janj atau sumpah DPRD.

“Biar masyarakat yang menilai. Kami tidak bisa memaksakan kehendak kawan-kawan,” pungkas Bona.

Halaman Sebelumnya <<<